Abu-abu coklat jingga merah
yang perlahan berubah menjadi hitam kelam bertabur polkadot putih. Senja itu
memukau, sama seperti mu. Aku masih duduk disini–hampir setiap hari. Di taman
kecil tengah kota ini, taman tempat pertunjukan senja sering diputar live hampir
setiap hari. Bangku kayu di bawah pohon akasia di taman ini selalu memberikan
ku tempat––
selalu, seperti kau dulu.
Aku menghela nafas lagi,
ini sudah 3 tahun. Tapi mimpi masih sering menggambarkan siluetmu.
Samar-samar jelas aku melihat mu disana. Di taman itu bersama ku sedang
tertawa. Kau dan aku––kita.
Aku terkadang lupa
bagaimana awal kita bertemu. Bagaimana kau seolah menjadi makna dalam semua
sketsa ku. Menjadi arti dari semua artwork abstrak ku. Kau
memberikan suatu kesan yang dalam seperti Avenue of Poplars at Sunset Van
Gogh. Aku memang terkadang lupa, tapi aku benar-benar tak ingin melupakan. Aku
menyukai tempat ini, rumput yang hijau, pohon-pohon yang rindang,
bunga-bunga yang merekah, lalu di tambah kau adalah hal yang terlalu indah untuk dapat dilupakan. Aku benar-benar tak ingin lupa.
Tapi waktu duduk dibangku
taman ini, aku ingat––senja ini yang menuntunmu, yang menuntunku. senja yang
waktu itu entah bagaimana menuntunku beranjak dari bawah pohon akasia disana
lalu menemuimu di bangku kayu taman ini. Takdir memang menakjubkan.
Berlama-lama duduk disini,
semakin aku mengingatnya dengan jelas. Aku juga ingat saat itu, saat kau
benar-benar memutuskan tak akan duduk lagi disampingku di bangku kayu ini. Aku ingat saat
kau ingin menemuiku disini untuk terakhir kali walau sudah ku katakan aku tak
akan datang. Saat kau katakan ingin mengucapkan selamat tinggal walaupun sudah
ku bilang aku tak ingin dengar.
Saat itu aku sedikit
kecewa, aku tak mengerti apa yang kau fikirkan. kenapa kau ingin mengucapakan
selamat tinggal ? Jika kau memang harus pergi––pergilah, tapi kembali
sesudahnya. Kenapa kau ingin bertemu untuk terakhir kali ? kenapa kau ingin mengakhirinya ? padahal kita belum memulai.
Abu-abu coklat Jingga merah itu pasti
berubah menjadi hitam walaupun perlahan.
Dan saat ini, di bangku
taman bersama senja yang kita warnai kenangan, aku merasa kau benar-benar
sangat jauh. Aku benar-benar ingin kau kembali––kembalilah, kembalilah kapan pun kau mau, kapan pun kau bisa, kapan pun kau ingin, kapan pun kau ingat taman ini, bangku di bawah pohon ini dan aku, aku yang akan selalu berharap kita bisa duduk di bangku ini bersama walaupun itu 3 tahun lagi, 6 tahun kemudian atau entah kapan.